1. Pendahuluan
Sindrom
emboli lemak (FES/Fat Embolism Syndrome)
merupakan kondisi klinis yang jarang terjadi di mana emboli lemak bersirkulasi
dan menyebabkan disfungsi multisistem. Pada tahun 1862, Zenker pertama kali
mendeskripsi sindrom ini saat otopsi. Pada tahun 1873, Von Bergmann secara
klinis mendiagnosis FES pertama kali. Emboli lemak biasanya asimptomatik, namun
beberapa pasien akan menunjukkan tanda dan gejala disfungsi multiorgan, yaitu
pada paru, otak, dan kulit (Shaikh, 2009). Emboli lemak biasanya berhubungan
dengang fraktur tulang panjang dan pelvis, dan lebih sering terjadi pada
fraktur tertutup daripada fraktur terbuka (Gupta et al, 2013).
2. Etiologi
FES
umumnya berkaitan dengan fraktur femur, pelvis, dan tibia, dan pasca operasi intramedullary nailing dan pelvic and knee arthroplasty. Bentuk
trauma lain yang dapat berkaitan dengan FES namun sangat jarang terjadi,
seperti soft tissue injury, luka
bakar yang berat, biopsi sumsum tulang, transplantasi sumsum tulang, resusitasi
kardiopulmonal, liposuction, dan median sternotomy. Kondisi nontraumatik
yang dapat menyebabkan FES adalah pancreatitis akut, fatty liver, terapi kortikosteroid, limfografi, infus emulsi lemak,
dan hemoglobinopati (Shaikh, 2009).
3. Patofisiologi
FES
lebih sering menyerang kapiler dan pembuluh darah vena, sehingga paru merupakan
organ yang paling sering dipengaruhi. Namun, globuli lemak dapat ,encapai
sirkulasi sistemik dan juga berfek pada jantung, otak, kulit, dan retina.
Manifestasi FES sangat bervariasi sehingga patofisiologi yang tepat masih
merupakan kontroversi. Sampai saat ini belum dapat dimengerti bagaimana
beberapa pasien dapat mengalami FES sedangkan yang lain tidak. Gejalanya bisa
terjadi dalam 12 jam sampai 72 jam, namun dapat terjadi pada hari ke-6 sampai
ke-10. Tiga teori mayor sebab terjadinya FES adalah:
a. Mechanical theory
Jika
emboli lemak cukup besar untuk menyumbat 80% pulmonary capillary meshwork, gagal jantung kanan akut dapat
terjadi. Globuli lemak pada paru meningkatkan tekanan perfusi, pembuluh darah
paru menjadi lebih bengkak dan paru menjadi kaku, sehingga jantung kanan harus
bekerja lebih keras.
b. Chemical theory
Paru
memberi respon terhadap emboli lemak dengan melepaskan lipase, yang
menghidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas
akan meningkatkan permeabilitas kapiler, destruksi arsitektur alveolar, dan
merusak surfaktan.
c. Mechanical and biochemical theories
Gejala
awal diakibatkan oleh globuli lemak dan gejala sisanya diakibatkan oleh reaksi
biokimia (Gupta et al, 2013).
4. Gejala Klinis
Gejala
utama dari FES adalah gagal napas, disfungsi serebri, dan ptechiae pada kulit.
Gejala klinis dapat terjadi 24-72 jam setelah trauma. Emboli dimulai secara
lambat dan mencapai maksimum pada 48 jam setelah trauma.
Gejala
awal mungkin paling utama disebabkan oleh oklusi mekanik pembuluh darah
multipel dengan globuli lemak yang terlalu besar untuk melewati kapiler. Gejala
setelahnya mungkin merupakan hasil dari hidrolisis lemak menjadi asam lemak
bebas yang bermigrasi ke sirkulasi sistemik.
Disfungsi
pulmonal merupakan gejala paling awal dan bermanifestasi pada 75% pasien,
berkembang menjadi gagal napas pada 10% kasus. Manifestasi berupa takipnea,
dsypnea, dan sianosis. Perubahan serebral terjadi pada 86% pasien dengan FES. Perubahannya
tidak spesifik, dapat berupa rasa mengantuk, rigiditas, kejang, dan koma. Edema
serebri mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran.
Pada
kulit dapat timbul nonpalpable ptechial rash pada dinding dada, aksila,
konjungtiva, dan leher dalam 24-36 jam dan hilang dalam seminggu pada 20-50%
pasien.
Beberapa
gejala lain tidak spesifik seperti takikardi dan pireksia. Gangguan pada ginjal
dapat berupa lipuria, oliguria, atau anuria dan kerusakan hepar berupa
jaundice. Pada retina dapat timbul eksudat, edema, perdarahan, globuli lemak intravascular
(Shaikh, 2009).
5. Diagnosis
FES
secara umum didiagnosis secara klinis dan dengan menyingkirkan penyebab
lainnya. Kriteria Gurd and Wilson
digunakan untuk mendiagnosis FES. Sedikitnya satu kriteria mayor dan sedikitnya
empat kriteria minor dapat menegakkan diagnosis FES. Kriteria lainnya yaitu Schonfeld, merupakan pengukuran secara
kuantitatif diagnosis FES. Skor lebih dari 5 dapat didiagnosis sebagai FES. Berdasarkan
kriteria Lindeque, FES dapat
didiagnosis berdasarkan gejala respiratorik saja (Shaikh, 2009).
·
Darah lengkap
·
BGA
·
Pulse oksimetri
·
Foto toraks
·
ECG
·
CT scan
7. Terapi
Terapi
FES adalah memastikan oksigenasi arteri berjalan dengan baik. Oksigen dengan
laju aliran yang tinggi diberikan untuk mempertahankan tekanan oksigen dalam
nilai rentang yang normal. Pertahankan volume intravascular karena syok dapat
memperhebat kerusakan paru akibat FES. Albumin direkomendasikan untuk
resusitasi cairan sebagai tambahan untuk menyeimbangan keseimbangan elektrolit,
karena albumin tidak hanya mengembalikan volume darah tetapi juga mengikat asam
lemak sehingga menurunkan kerusakan pada paru. Ventilasi mekanik dan PEEP
diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi arteri. Obat-obatan seperti steroid,
heparin, alcohol, dan dextran ditemukan tidak lagi efektif.
8. Pencegahan
Monitoring
pulse oksimetri pada pasien dengan risiko tinggi dapat membantu mendeteksi
desaturasi sedini mungkin, sehingga oksigenasi dan mungkin terapi steroid dapat
segera diberikan. Hal ini dapat menurunkan kejadian hipoksia dan mencegah FES
jatuh dalam kondisi yang lebih buruk. Fiksasi fraktur tulang panjang sedini
mungkin sangat penting untuk menurunkan kejadian FES (Shaikh, 2009). Penggunaan
kortikosteroid sebagai profilaksis masih kontroversi. Beberapa studi
menunjukkan penurunan insiden dan severitas FES ketika kortikosteroid diberikan
sebagai profilaksis. Hal yang cukup rasional adalah terapi steroid sebagai
profilaksis pada pasien dengan risiko tinggi seperti pada pasien dengan fraktur
tulang panjang dan pelvis, terutama fraktur yang tertutup. Metilprednisolon 1,5
mg/kg BB IV dapat diberikan setiap 8 jam untuk 6 dosis (Gupta et al, 2007).
9. Prognosis
Insiden
kematian pada FES bervariasi pada beberapa studi, mungkin disebabkan karena
underdiagnosis. FES akut fulminan dapat menuju kematian akibat gagal jantung
kanan, namun kematian paling banyak disebabkan oleh gagal napas. Walaupun
prognosis pada defek neurologis cukup baik, kematian akibatnya telah beberapa
kali dilaporkan. Insiden sindroma koroner akut, yang mungkin disebabkan oleh
globuli lemak yang bersirkulasi juga telah dilaporkan. Secara umum, kematian
akibat FES berkisar antara 5-15%.
DAFTAR PUSTAKA
George J, George R, Dixit R, Gupta RC, Gupta N. Fat Embolism
Syndrome. Lung India. 2013; 30:47-53.
Gupta A, Reilly CS. Fat Embolism. Continuing Education in
Anasthesia, Critical Care, and Pain. 2007. Vol 7. No 5. Pp 148-151.
Shaikh N. Emergency Management of Fat Embolism Syndrome. J
Emerg Trauma Shock. 2009. 2(1):29-33.
Suaanngaarr ancenan
BalasHapusiseng, siapa tau ada yg butuh ric. kayak aku yang selalu butuh kalau dikasi tugas. hahahah :p
HapusAdikq sepertinya mengalami FES smp saat ini belum sadarkan diri sudah 9 hari berjalan..
BalasHapusBrpa lama kah penyakit ini bisa pulih?
Butuh info
Plis...
Lucky Club Online Casino Site Review - Lucky Club
BalasHapusJoin the lucky club and 카지노사이트luckclub get £50 in bonus credits for new players at Lucky Club. Lucky Club welcome bonus will let you deposit and withdraw your winnings.